Saturday, April 9, 2016

SUDUT EROPA DI SUMATERA BARAT

Mobil terus berjalan melaju melalui bukit dan lembah. Sang sopir dengan gesit mendahului truk-truk yang berjalan dengan lambat. Sore ini hujan turun dengan deras. Dari semenjak saya meninggalkan kota Sawahlunto hujan terus menemani perjalanan saya pulang ke Padang. Perjalanan saya dari Dharmasraya-sebuah kabupaten di ujung timur Sumatera Barat-membuat saya semakin terpana melihat pesona alam Sumatera Barat yang masih cukup terjaga. Saya belum menemui perkebunan sawit sepanjang perjalanan. Nice! Semoga ke depan terus bertahan dan tidak perlu ada perombakan hutan atau segala macam yang merusak alam.

Foto diambil dari RSUD Sawahlunto. Keindahan kota Sawahlunto dapat dinikmati dari gardu pandang di atas bukit yang terletak berdekatan dengan tulisan sawah lunto.

Perjalanan dari Dharmasraya menuju Padang akan melewati kabupaten Sijunjung, Sawahlunto, Solok dan kemudian Padang. Saya mencoba singgah di Sawahlunto, sebuah kota kecil yang terkepung oleh perbukitan. Semacam kota dalam panci atau mangkuk kata sopir di sebelah saya yang memang asli orang minang. Ternyata benar kota Sawahlunto memang kota yang cukup unik dengan nilai historis yang tinggi. Banyak bangunan penginggalan kolonial Belanda yang masih utuh dan bertahan, di sisi lain terdapat stasiun kereta yang sudah tidak aktif. Stasiun ini terhubung sampai kota Solok, di kota tersebut juga terdapat bekas penambangan emas sejak jaman kolonial dulu. Bahkan terdapat terowongan kereta yang menembus bukit sebagai jalur transportasi untuk pengangkutan hasil tambang. Sepintas suasana kota seperti bukan di ranah minang tapi di Eropa. Tata kota dan bangunan-bangunan tua ini menjadi kekayaan heritage yang  harus dipertahankan. 

Stasiun Sawahlunto yang kini menjadi museum

Poster yang terpampang di peron stasiun
Suasana sudut kota Sawahlunto - photo by http://img.okeinfo.net//content/2012/10/19/408/706380/B7BNoj5tMB.jpg

Saturday, July 4, 2015

SEBUAH SISI KEARIFAN LOKAL DI PADANG MANGATAS

Subuh telah beranjak pergi. Pagi menjelang. Kabut enggan bergerak dan memilih menyelimuti bukit yang terdiam kelu. Seakan nyenyak dalam tidur yang cukup panjang. Semalam gerimis menyirami Bukittinggi sampai larut. Beberapa pelancong ada yang tetap berjalan-jalan di pusat keramaian tanpa menghiraukan dinginnya malam Bukittinggi yang bertambah dengan hadirnya gerimis.


Udara dingin yang cukup menusuk ini membangunkan saya untuk melihat pagi di Bukittinggi lebih dekat. Meski sebenarnya lebih enak tarik selimut lagi selepas solat Subuh ini tapi saya tak mau melewatkan moment pagi hari di Bukittinggi.
Saya mulai dengan membuka tirai kamar. Seketika pemandangan yang cukup mempesona tepat berada di hadapan saya, dari balik kamar hotel tempat saya menginap. Tapi melihat dari balik kamar tak akan memuaskan. Saya beranjak keluar kamar menuju sebuah balkon yang mempunyai view ke seluruh penjuru Bukittinggi. Mulai dari pemadangan Gunung Marapi yang berjajar di antara bukit Barisan sampai landmark kota Bukittinggi  yang terlihat siluet dari balik sinar mentari pagi. Sebuah lukisan alam yang luar biasa indah.





Rasanya betah berlama-lama menikmati pemandangan yang disuguhkan pagi ini. Kamera HP saya terus membidik setiap sudut yang mempesona. Matahari terus beranjak. Terasa begitu cepat menikmati keindahan alam pagi ini.

Saya mulai bersiap dengan agenda hari ini. Pencarian taksi dari laman situs pencari bernama Google membuahkan hasil. Taksi yang saya dapat ternyata sudah cukup tua  tanpa AC dan argo. Tapi tidak masalah bagi saya karena udara di Bukitinggi bersahabat meski matahari tak tertutup awan. Terlebih lagi mendapati sopir yang ramah dan informatif.

Perjalanan kami mulai. Ada dua instansi yang akan kami kunjungi. Jaraknya cukup jauh dari kota Bukittinggi. Pemandangan sepanjang perjalanan tak menjemukan mata kami. Saya lebih memilih menikmati pemandangan sepanjang perjalanan ketimbang autis dengan smartphone saya. Kalau autis pun bikin HP cepat lowbat haha. Tujuan pertama telah terlewati kemudian berlanjut ke tujuan ke dua. Tujuan kami yang kedua adalah Padang mangatas yang letaknya lebih jauh lagi. Daerah ini tepatnya sudah masuk kabupaten lima puluh kota. 

Salah satu sudut rumah makan yang kami kunjungi di Padang Mangatas

Tak terasa siang telah beranjak dan perut mulai keroncongan. Kami mampir di sebuah rumah makan yang cukup nyaman. Rumah makan ini menyatu dengan rumah pemiliknya , meski rumah makan ini tak cukup besar tapi saya salut karena rumah makan ini tertib membayar pajak. Ada sebuah papan yang menunjukkan rumah makan ini telah membayar pajak. Awalnya rumah makan ini sepi lantas berdatangan pelanggan yang lain. Keramahan penduduk ini sangat bagus. Kami tidak saling kenal tapi mereka menyapa kami dan melemparkan senyum, menyampaikan sebuah kalimat "Mari makan Pak". Sebuah sikap yang memanusiakan kami. Sungguh jauh dari atmosfir perkotaan yang sibuk dengan dirinya masing-masing. Kearifan lokal penduduk setempat memberikan inspirasi bagi saya tentang adab bermasyarakat yang sesungguhnya.


Tujuan akhir kami di Padang Mangatas kembali di suguhi pemandangan yang mempesona. Hamparan padang rumput yang menghijau dan udara yang sejuk meski di atas bukit. Tenang dan mendamaikan. Di sinilah saatnya saya metertawakan hiruk pikuk kota Jakarta. Pengalaman ke Padang Mangatas kali ini cukup berkesan bukan hanya dari kondisi alamnya yang memukau tapi kearifan lokal yang masih bertahan dari gempuran modernisasi.

Komplek Balai Pembibitan Sapi Unggul milik Kementerian Pertanian

Padang rumput seluas 180 hektar sebagai ladang untuk peternakan sapi


Bukittinggi-PadangMangatas-Mei2015 

Saturday, March 28, 2015

Antara Tanjung Pinang dan Batam

Saya mencoba melihat google map di smartphoe saya dan mencari letak airport dengan pusat kota seberapa jauh. Hmmm... kok nggak ketemu ya? Dalam hati berpikir tapi saya dapat tiket pesawat tujuan ke kota itu. Baiklah saya tidak melanjutkan persoalan ini, mungkin google map belum update. Sampailah pagi ini saya terbang dengan sedikit kesal karena pesawat saya delay. Artinya ada waktu yang akan terbuang karena ada customer yang tidak bisa dikunjungi hari ini. Setelah terbang selama kurang dari dua jam akhirnya pesawat yang saya tumpangi mendarat. Tampak bandara ini masih baru. Lokasi sekitar bandara masih tampak tanah hasil kerukan, sebagian tanah berwarna merah. Warna merah tanah ini adalah tanah yang mengandung bauksit. Sudah tahu saya mendarat di mana? Kota penghasil bauksit ini adalah Tanjung Pinang. 

Tanjung Pinang merupakan ibukota Kepulauan Riau yang merupakan Provinsi yang masih baru setelah lepas dari Provinsi Riau. Penjelajahan kota ini kami mulai setelah makan siang di sebuah rumah makan padang. Jalan-jalan kota ini masih cukup lengang tapi kota ini mulai berkembang. Yang menarik adalah pusat pemerintahan menempati sebuah area baru di pulau kecil yang berseberangan dengan pusat kota. Saya melihat pulau ini baru dibuka, dibangun insfrastukturnya. Pembangunan jalan-jalan sudah selasai, pusat pemerintahan yakni kompleks perkantoran gubernur berada di lokasi yang lebih tinggi sehingga terlihat megah dari kejauhan. Ada universitas baru dan tempat ibadah yang megah. Mungkin beberapa tahun lagi wilayah ini akan lebih hidup dengan bergeraknya roda perekonimian kota. Penjelajahan dua hari di Tanjung Pinang cukup mengesankan karena saya melewati jalan-jalan dan alam yang masih terbuka.  Jauh dari kata macet seperti di ibukota. Namun sayangnya saya tidak sempat mencicipi masakan khas Tanjung Pinang. Ada yang menarik ketika saya makan di tempat-tempat makan di Tanjung Pinang. Salah satunya adalah nama minuman yang tertulis di menu makanan adalah teh obeng. Ternyata teh obeng adalah teh manis. Mengapa di sebut obeng mungkin karena gerakan untuk mengobeng harus berputar maka untuk teh manis biar gulanya larut perlu di aduk secara memutar seperti gerakan putaran obeng. 

Dari kompleks Pemerintahan Tanjung Pinang tampak pusat kota di seberang pulau yang rencananya akan dibangun jembatan penghubung yang pembangunannya masih berjalan sampai saat ini 

Hari kedua penjelajahan tujuan kami beralih ke kota Batam, masih satu provinsi dengan Kepulauan Riau namun kota ini bisa dikatakan lebih maju dibandingkan dengan Ibukota Provinsinya. Untuk mencapai kota Batam saya harus menyeberang dengan kapal Fery. Cukup dengan membeli tiket IDR 57.000 penyeberangan berlangsung selama kurang lebih satu jam. Tak ingin melewatkan pemandangan laut selama perjalanan, saya mencoba untuk duduk di bagian paling atas. Menikmati angin laut yang cukup kencang dan pulau-pulau kecil yang terlewati. Ternyata ada ribuan pulau di Provinsi ini yang potensial terutama untuk hasil lautnya. 

Selepas magrib saya tiba di Batam dan langsung menuju hotel. Saya sempatkan untuk jalan-jalan sebentar di kawasan Nagoya yang terkenal dengan pusat perbelanjaannya. Mulai dari barang elektronik sampai barang-barang fashion. Barang-barang ini bisa anda dapatkan lebih murah karena Batam sendiri merupakan area yang bebas dari pajak. Waktu saya untuk menjelajah Batam hanya satu hari, besok saja. Ternyata besok ada satu customer yang lokasinya sudah masuk ke Pulau Setokok. Untuk menuju tempat ini kami harus melewati tiga jembatan besar yang salah satunya adalah jembatan Balerang yang menjadi ikon kota Batam. 

Jembatan Balerang - gambar diambil dari Jembatan dua

Jembatan ini adalah kebanggaan kota Batam. Sayangnya banyak para pengguna mobil yang berhenti di tengah jembatan untuk berfoto, padahal sudah disediakan tempat berfoto yang cukup strategis. Justru kalau berfoto di tengah jembatan yang terlihat mungkin hanya pilar-pilar penyangga jembatan dengan latar belakang lautan. Salah satu spot yang bagus untuk berfoto adalah di jembatan dua. Setelah jembatan Balerang menuju Pulau Setokok anda akan menemui jembatan lagi, yakni jembatan dua. Dari jembatan ini anda bisa berfoto dengan latar belakang jembatan Balerang yang cukup megah. Namun sayangnya lagi saya belum sempat mencoba kuliner khas Batam. Akhirnya saya membeli cake pisang dan cake buah naga sebagai oleh-oleh.

Satu lagi yang cukup sangat disayangkan saya tidak membawa pasport. Singapura cukup dekat dengan Batam, dengan tiket Fery kurang lebih IDR 300.000 PP kita sudah bisa liburan di Singapura.Next time bisa kita agendakan lagi kalau begitu haihai.. :D

Tanjung Pinang - Batam, 11-13Maret15

Saturday, March 21, 2015

Santap Siang di Pondok Asam Pedas Baung

Ini hari kedua saya di kota Pekanbaru - Riau. Cukup terik bagi saya kota ini, mungkin karena masih ada sisa-sisa asap pembakaran hutan ya dan memang terlewati oleh garis equator (khatulistiwa). Saya sedikit sotoy hehe.. Hari beranjak siang setelah saya singgah di salah satu customer saya. Siang ini pokoknya harus coba makanan khas Riau. Dari kemarin makanan saya hanya berkisar pada makanan Padang saja dan ketika malam beranjak pada makanan mall. Hmm... akhirnya sopir mobil yang kami sewa bisa mengantarkan kami ke rumah makan yang cukup terkenal dengan makanan khas kota ini. 

Tepatnya rumah makan ini cukup dekat dengan Bandara terletak di tengah kota yakni di Jl. Jend. Sudirman sehingga cukup mudah aksesnya. Tepat jam makan siang saya datang rumah makan ini sudah ramai dengan banyak pengunjung. Ketika kami menempati meja pelayan langsung bertanya apakah mau pesan ikan Baung. Yup kami pesan tiga. Tidak begitu lama pesanan ikan baung tiba disertai dengan masakan-masakan yang lain seperti ikan goreng, sambel, sayur terong balado, lalapan daun ketela, dll. Layaknya makan di rumah makan Padang banyak menu masakan tersaji di meja dan kami tinggal memilihnya. Khusus untuk ikan Baung memang harus pesan karena pelayan akan memanaskan terlebih dahulu.


Masakan ini merupakan masakan khas melayu. Kuah kaldu pada masakan asam pedas ini bukanlah santan melainkan kaldu ikan yang terasa asam dan sedikit pedas. Selain itu rempah-rempah juga terasa baik dalam kuahnya atau ikannya sendiri. Ikan Baung sendiri merupaka ikan air tawar yang hidup di sungai-sungai pekanbaru. 


Ini adalah salah satu masakan khas melayu yang cukup otentik di Riau. RUmah makan ini cukup terkenal ada banyak foto-foto terpampang dari para artis sampai pejabat pernah makan di rmah makan ini. Maka jangan lewatkan untuk mencobanya jika Anda sedang berada di Pekanbaru. 

Pekanbaru, Feb 2015

Pesona DUSUN BAMBU

Pagi ini saya tebangun dengan udara yang segar. Udara yang dingin sedikit menusuk tulang berbeda dengan hari-hari biasanya. Ya.. saya sedang di Bandung sekarang. Weekend ini saya sempatkan berlibur lagi ke Bandung, karena exploring Bandung tak cukup hanya sehari dua hari jadi kembali langkah kaki saya mencoba melihat sisi lain Bandung. Selain tak jauh dari Jakarta, Bandung tak hanya menyajikan wisata belanja. Seakan tidak ada habisnya kota ini punya tempat-tempat yang asyik dikunjungi terutama pesona alamnya. 

Kali ini tujuan saya adalah ke Dusun Bambu. Terletak di daerah Lembang tepatnya di Jl. Kolonel Masturi Km. 11 Cisarua Bandung Anda bisa menempuhnya dalam 30 sampai 45 menit dari kota Bandung. Wisata ini dibuka belum lama tahun 2012 dan memiliki banyak spot menarik yang bisa kita nikmati.

Memasuki tempat ini kita disambut sebuah tugu besar yang terbuat dari bambu yang disusun mengerucut secara acak. Dari sini terdapat seatle yang mengantarkan kita ke atas di lokasi utamanya. Di seatle ini kita sudah disuguhkan pemandangan pematang sawah yang menghijau dan gubug-gubug yang artistik. 

Dengan mobil terbuka yang dibentuk secara menarik kami dibawa menuju ke gerbang utama. Di lokasi utama ni terdapat banyak spot yang bisa kita kunjungi. Pertama kita bisa berjalan menuju sangkar-sangkar raksasa yang dibangun di antar pohon-pohon besar. Sayangnya sangkar-sangkar ini tidak di buka. Dalam sangkar terdapat tempat untuk duduk dan meja. Setahu saya sangkar ini adalah restoran yang namun karena banyak nya pengunjung yang inigin melihat mungkin sangkar ini tidak dibuka.



Selanjutnya ada bangunan besar yang terletak di tengah. Namanya pasar katulistiwa. Nah ini adalah pusatnya kuliner Dusun Bambu. Segala macam makanan terutama makanan lokal tersedia seperti siomay Bandung, kerak telor, bakso, dll. Dalam bangunan ini juga terdapat pusat oleh-oleh khas Bandung. Yang menarik adalah interior di dalamnya yang sebagian besar adalah dari bambu terutama pada hiasan lampu-lampunya. Sistem membeli makanan di tempat ini adalah dengan membeli voucher berupa uang kertas khusus dari dusun bambu. 




Sambil menikmati makanan dan minuman kita bisa melihat pemandangan alam di luar yang indah. Ada kebun bunga yang penuh warna, di antara kebun-kebun ini ada sungai kecil yang mengalir di antara bebatuan. Kita bisa melihat lebih dekat bunga-bunga yang bermekaran atau duduk di sebuah gubug di pinggir sungai. Satu spot lagi yang tak kalah menarik ada di sebuah danau. Di danau ini ada beberapa wahana permainan yang bisa kita coba. Selain itu ada gubug-gubug yang berderetan di pinggirnya.. Kita bisa menyantap makan di gubug tersebut sambil menikmati alam Dusun Bambu. 




Dusun bambu tak hanya tempat untuk berwisata namun juga menyediakan penginapan, villa, tempat untuk camping, outbond dan banyak fasilitas yang lain. Udara yang segar serta pemandangan yang bersahabat membuat kita betah untuk berlama-lama. 

Cisarua-Lembang-Bandung, feb 2015

Thursday, February 19, 2015

Dari Bakmi Ayam sampai Martabak Bangka

Terbangun oleh dering alarm, berat sekali rasanya. Hujan masih turun terdengar dari kamar. Hmm.. enaknya lanjut tidur ini. Tapi tugas negara menanti. Saya harus segera bergegas mandi dan bersiap. Jam dinding di kamar baru menunjukkan pukul empat pagi. Hoammm..sesekali saya menguap dan mata masih 5 watt.  Saya harus berangkat subuh ini ke bandara. Penerbangan saya terjadwal pagi jadi mau tidak mau ya harus berangkat subuh-subuh.


Sebenarnya saya masih was-was terbang di bulan Januari-Februari ini. Puncak musim penghujan ada pada rentang bulan ini, maka tak heran hujan bisa seharian kadang disertai angin dan petir. Sampai di bandara hujan masih turun dengan intensitas cukup lebat. Waduh perasaan saya tambah was-was dengan kondisi terbang masih hujan seperti ini. Hmm. Bismillah saja....

Pada saat menunggu di ruang tunggu untuk boarding ternyata sejumlah berita sudah heboh dengan topik Jakarta banjir. Teman saya yang ikut dinas dengan saya kali ini kebetulan tak luput dari banjir rumahnya hehehe. Jalan depan rumahnya sudah tergenang. Wah kalau saya tidak ada jadwal keluar kota mungkin saya juga akan terjebak banjir di tengah perjalanan menuju ke kantor.


Tepat pukul 6.40 pesawat akhirnya terbang dengan kondisi awan masih gelap dan hujan. Mulut tetap komat-kamit membaca doa keselamatan. Apalagi pesawat yang saya tumpangi bisa dibilang bukan pesawat baru. Take off berjalan mulus sampai akhirnya awan-awan gelap terlewati berganti dengan awan cerah dengan sedikit awan putih. Lega...



Penerbangan tak berlangsung lama dan pendaratan dilakukan dengan sempurna di Bandara Depati Amir Pangkal Pinang. Mobil rental sudah siap menjemput dan perut masih keroncongan. Baiklah mencari sarapan. Kami mampir disebuah rumah makan dengan menu khas-nya Ikan lempah kuning. Masakan ini semacam sup ikan dengan cita rasa asam pedas. Ikan yang digunakan adalah ikan tenggiri. Kuah masakan ini terlihat coklat namun tidak kental. Dengan dominasi rasa asam manis yang gurih ditambah kerupuk udang sebagai pelengkap, bagaimana tidak perfect sarapan pagi ini. 


Ikan Lempah Kuning


Kota Pangkal Pinang merupakan kota yang cukup lengang namun hiruk pikuk kota tetap berjalan. Terasa tenang dan damai jauh dari kemacetan. Di beberapa bagian terdapat bekas penambangan timah yang membentuk danau dan terlihat permukaan tanah yang putih seperti batu kapur. Perjalanan saya kali ini pastinya tidak akan terlalu memakan waktu karena kota Pangkal Pinang tidak terlalu besar. 



Siang hari kami sempatkan untuk menjajal seafood andalan kota ini. Tepatnya di Resto Seafood Mr. Adox. Menu yang disajikan memang hampir sama dengan resto seafood yang lain. Namun yang membedakan di sini adalah rasa sambal yang khas. Sambal dengan tambahan jeruk kunci menjadikan sambal ini cukup maknyus dipadukan dengan ikan bakar atau cumi goreng tepung. Jeruk kunci sendiri adalah sejenis jeruk peras yang digunakan untuk membuat minuman atau masakan namun punya cita rasa yang khas. 


Tenggiri bakar


Makan siang ini cukup membuat kami kekenyangan dan pada akhirnya untuk makan malam kami memutuskan untuk tidak makan nasi. Dan yang menjadi tujauan kami adalah...jeng..jeng..jeng... Bakmi ayam Bangka! Baiklah kami akan mencoba bakmi ayam Bangka yang berada di kota aslinya. Bakmi Bangka cukup banyak kita jumpai di beberapa kota besar. Nice! Kali ini saya mencoba bakmi ayam jamur bakso. Sebelum menunggu pesanan datang ada menu pembuka yang cukup menarik. Dengan warna hijaunya kata pemilik warung ini adalah srikaya yang dimasak seperti puding manis lembut tapi tidak eneg. Wah kami terbalik, sajian manis ini harusnya menjadi desert. Tapi ternyata desert-nya adalah Martabak Bangka. Wah...wah...teman saya kuat makan banyak juga. 


Menu pilihan di Martabak Acau 89


Kenyang menyantap bakmi ayam Bangka, kami lanjutkan mampir ke gerai Martabak yang cukup terkenal di Pangkal Pinag. Namanya Martabak Acau 89. Banyak menu pilihan martabak terlur dan martabak manis. Semua menggoda tapi kami harus memutuskan satu saja karena perut sudah penuh. Terlampau kenyang. Martabak Acau 89 ini cukup terkenal dibuktikan dengan banyaknya foto-foto artis yang dipampang digerai tersebut. Kami membungkus martabak telur ayam dengan tambahan kornet.



Hari ini cukup melelahkan tapi memuaskan. Target pekerjaan tercapai dan target menjajal wisata kuliner di kota ini juga tercapai haihai... Saatnya tepar. Eits...habiskan dulu martabaknya. Hmm. ini memamg recommended, tak heran menjadi favorit. Dan lagi-lagi sambalnya pun juga beda dengan sambal yang digunakan pedagang martabak yang umum saya jumpai di Jakarta.


Hari berganti, setelah sarapan pagi ini kami melanjutkan tugas negara. Sore ini kami sudah harus pulang. Dan berita banjir masih heboh di televisi. Bahkan kondisi rumah teman saya sudah masuk airnya. Semoga sampai Jakartananti,  banjir sudah surut. Siang beranjak dan tugas kami selesai. Sebelum ke bandara kami menyempatkan membeli oleh-oleh khas Bangka. Kerupuk kemplang yang berbahan dasar ikan ini menjadi oleh-oleh khas Bangka. Namun jika anda ingin membeli cindera mata salah satunya yang asli dari Bangka adalah batu. Batu ini bernama batu satam. Batu yang merupakan hasil dari tabrakan dengan meteor yang berumur jutaan tahun yang lalu. Batu ini berwarna hitam dan cukup unik. Bila anda meletakkan besi di atas batu ini maka akan terjadi pergerakan pada batu ini, artinya batu ini mempunyai medan magnet yang mengakibatkan dapat bergerak. Namun harga batu ini cukup tinggi. Saat ini demam batu akik sedang booming maka jika anda termasuk penggila batu maka tak ada salahnya anda harus punya batu ini sebagai koleksi, karena di Indonesia hanya ada di Bangka batu Satam ini. 

Batu Satam yang berwarna hitam


Penerbangan kami kembali ke Jakarta masih cukup lama, kami sempatkan untuk mampir ke sebuah tempat jajanan khas Bangka. Otak-otak Ase yang berdekatan dengan bandara menjadi makanan penutup yang mantap. Otak-otak dibakar dengan sempurna ditambah dengan sadapan lain berupa gorengan yang berbahan ikan serta oak-otak rebus disandingkan dengan es kacang merah yang nikmat. Puas sekali menjajal wisata kuliner di Bangka. 


Otak-otak khas Bangka


Sayangnya kami tak sempat ke pulau Belitung yang punya pantai-pantai indah yang tenar dengan cerita Laskar Pelangi yang inspiring itu. Namun kemarin sore kami sempat singgah di sebuah klenteng dengan view pantai. Pantai di Pulau Bangka ini kondisinya juga cukup disayangkan karena sudah tercemar dengan penambangan timah yang dilakukan. Provinsi yang terbilang masih cukup belia ini akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan jaman dibandingkan dulu ketika msih menyatu dengan Provinsi Sumatera Selatan.


Klenteng Dewi Laut tampak depan

Pemandangan pantai dari klenteng Dewi Laut


Pangkal Pinang, 9-10Feb2015


Saturday, February 7, 2015

Jelajah Kuliner Medan

Medan kota besar yang akhirnya saya kunjungi. Dengan menggunakan moda transportasi kereta dari Bandara Kuala Namu sangat nyaman sekali. Kurang lebih 45 menit menikmati perjalanan menuju kota Medan tak terasa. Saya sibuk dengan gadget saya karena tersedia fasilitas wifi di dalam kereta. Tetep eksis dimana pun dan kapan pun haha.. :D

Pagi belum terlalu beranjak jauh kami langsung menuju tempat tujuan kami. Melakukan rutinitas kerja yang biasa kami lakukan di setiap kota. Penjelajahan kota Medan sedikit tersibak. Cukup crowded kota ini dan macet di beberapa titik. Siang ini kami mencoba menikmati santapan kuliner dari belut. Tepatnya di Warung Belut Mas Ben dan Mbak Sherly. Lokasinya memang cukup jauh dari pusat kota yakni di Jl. Peringgan Gg. Belut No. 56 Helvetia Medan.

Memasuki tempat makan ini dari depan memang tak terlihat seperti warung. Kita memasuki rumah yang cukup besar masih dengan dinding beranyamkan bambu. Tampak asap mengepul dari balik dapur yang terletak di bagian depan, warung ini masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, namun justru inilah yang menjadikan masakan lebih nikmat. Menu yang menjadi andalan adalah belut cabe ijo. Selain itu ada menu lain seperti belut sambel merah, belut kencur, dll. Sebagian besar menu yang tersedia memang menu pedas. Tempat ini adalah salah satu yang menjadi rekomendasi karena masakan ini merupakan masakan otentik khas dari kampung.

Malam menjelang perut kembali lapar. Saatnya kembali menjelajah kuliner di Medan. Hotel yang kami tempati tepat berada di Jl Surabaya. Dekat dengan hotel banyak yang bisa dicari salah satunya di Jl. Semarang yang merupakan komplek Pecinan. Di sepanjang jalan akan Anda jumpai banyak gerai makanan yang menyajikan menu-menu khas Tionghoa. Namun untuk kalangan Muslim mungkin ada yang tidak bisa dimakan untuk beberapa menu yang ditawarkan.

Hari berlanjut kami kembali melaksanakan pekerjaan sesuai target dan penjelajahan belum selesai. Saatnya mencoba kuliner yang lain. Kali ini menu yang kami coba adalah soto khas Medan. Tepatnya di Rumah makan Sinar Pagi. Dilihat sekilas memang tampak seperti soto Betawi tapi rasanya berbeda. Rempah-rempah pengaruh Melayu sangat terasa. Penyajiannya kuah soto dipisah dengan nasi. Selain itu disajikan menu pendamping seperti perkedel, peyek udang, puding, dll. Layaknya makan di restoran padang. Menurut sopir yang membawa kami mengatakan Pak SBY mantan presiden kita pernah makan di sini.

Sore kembali datang dan kota Medan terus berdenyut. Pekerjaan selesai hari ini. Teman saya teringat akan duren yang enak dari Medan. Ya... Ucok Durian. Tidak jauh dari tempat yang kami kunjungi sampailah kami di Ucok Durian. Tampak durian-durian yang menggunung menyambut. Beberapa orang sibuk memilah dan memilih dan membungkusnya untuk oleh-oleh. Kami cukup menyatapnya saja di sini. Memang tak diragukan lagi durian Medan memang maknyus.


Malam ini kami mencobauntuk mencari makanan di dekat hotel. hanya dengan berjalan kaki kami menemukan nasi goreng yang cukup terkenal di kota ini yakni nasi goreng Pandu. Nasi goreng ini juga kaya rempah. Pelayanannya sangat cepat. Kami bisa memilih mau dengan daging ayam atau kambing. Penyajiannya daging ditaburkan diatas nasi gorengnya dan telur dadar. Sajian tambahannya adalah sate kerang.

Sebenarnya masih banyak sajian kuliner yang harus di coba di Medan. Next time masih bisa explore lagi makanan yang khas dan unik dari Medan. Tak lupa kami membeli Bolu Meranti dan Bika Ambon untuk oleh-oleh. Makanan wajib yang harus di bawa sebagai oleh ya bolu Meranti, bika Ambon atau Pancake Durian. Semuanya enak dan maknyusss...

Medan, Desember 2014